bung tomo
Nama: Sutomo
Lahir: 3 Oktober 1920
Meninggal: 7 Oktober 1981
Dimakamkan: Tempat Pemakaman Umum Ngagel Surabaya Jawa Timur
Bung Tomo dilahirkan di daerah Kampung Blauran yang berada di pusat kota Surabaya yang waktu itu masih Hindia Belanda. Ayahnya adalah seorang kepala keluarga yang bernama Kartawan Tjiptowidjojo yang merupakan pegawai kelas menengah yang mengabdi di pegawai pemerintahan. Jabatannya adalah staf pribadi di pabrik swasta di bidang impor-ekspor milik Belanda dan sebagai asisten di kantor pelayanan pajak pemerintah. seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ia mengaku memiliki hubungan darah dengan beberapa sahabat dekat dari Pangeran Diponegoro yang jasadnya dikebumikan di Malang.
Ibunda Bung Tomo memiliki darah campuran antara Jawa Tengah, Madura dan Sunda. Sebelum ia berhijrah ke Surabaya, ibunda Bung Tomo bekerja untuk perusahaan mesin jahit Singer di bagian distributor lokal. Masa mudanya bekerja menjadi polisi di kotapraja dan pernah menjadi anggota asosiasi Sarekat Islam.
Bung Tomo dididik di rumah yang sangat berpendidikan. Ia berbicara penuh semangat dan selalu berterus terang. Ia suka bekerja keras agar keadaan semakin membaik. Di usia 12 tahun, ketika dia harus keluar dari pendidikannya di MULO, Bung Tomo melakukan berbagai jenis usaha kecil-kecilan untuk menghidupi keluarga. Ini terjadi karena depresi besar yang waktu itu melanda dunia. Kemudian, dia menamatkan pendidikan HBS melalui jalur korespondensi, tapi secara resmi Bung Tomo tidak lolos.
Bung Tomo lalu bergabung dengan KBI atau Kepanduan Bangsa Indonesia. Belakangan Bung tomo menyimpulkan bahwa nilai filsafat yang didapatnya dari kepanduan, ditambah dengan pemikiran berhaluan nasionalis yang didapat dari dari kakeknya juga, adalah pengganti yang sangat baik untuk pendidikan formalnya. Di usia 17 tahun, Bung Tomo mulai terkenal setelah berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang meraih peringkat Pandu Garuda. Peringkat Pandu Garuda ini sangatlah sulit untuk mencapai. Bahkan, sebelum pendudukan Jepang yang dimulai pada tahun 1942, orang yang mendapat peringkat Pandu Garuda hanya berhasil diraih oleh tiga orang Indonesia.
Kehidupan sebagai seorang jurnalis juga pernah dilalui oleh Bung Tomo dia sebuah kantor berita Domei Tsushin. Baru setelah itu dia bergabung dengan beberapa gerakan sosial dan politik. Pada tahun 1944, Jepang yang waktu itu menjajah Indonesia mensponsori Gerakan Rakyat Baru dan Bung Tomo terpilih menjadi anggotanya tapi tak ada seorang pun yang mengenal dia. Tapi, di titik inilah Bung Tomo mempersiapkan peranannya untuk peristiwa yang sangat penting. Ketika pertempuran Oktober dan November 1945, Bung Tomo menjadi salah satu tokoh yang menggerakkan dan membangkitkan semangat juang rakyat Surabaya. Pada pada waktu itu, Surabaya digempur oleh pasukan Inggris yang baru saja mendarat untuk melucuti senjata tentara Jepang yang kalah Perang Dunia Kedua dan membebaskan tawanan Eropa yang ditawan oleh Jepang.
Bung Tomo sangat dikenang karena seruan dan teriakan semangat perjuangan melalui banyak siaran radio. Berkat pengalaman jurnalisnya yang bekerja di kantor berita Domei Tsushin di Surabaya, dia mendirikan Radio Pemberontakan yang berguna untuk membakar semangat juang dan rasa persatuan di hati rakyat Surabaya. Suaranya yang lantang, berani dan yakin terdengar penuh semangat untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yang baru saja diproklamasikan tiga bulan yang lalu. Kemampuannya beorasi dengan penuh semangat berapi-api, membuatnya menjadi orang kedua setelah Bung Karno dalam kemampuan berorasi dan kekuatan emosionalnya. Berikut salah satu contoh pidato Bung Tomo yang sangat terkenal yang diteriakkan pada tanggal 9 November 1945:
“Wahai tentara Inggris! Selama banteng-banteng Indonesia, pemuda Indonesia, memiliki darah merah yang bisa menodai baju putih menjadi merah dan putih, kita tidak akan pernah menyerah. Para teman, para pejuang dan khususnya para pemuda Indonesia, kita harus terus bertarung, kita akan mengusir para kolonialis ini keluar dari tanah air Indonesia yang sangat kita cintai. Sudah terlalu lama kita menderita, kita dieksploitasi, kita diinjak oleh bangsa asing. Kini saatnya kita mempertahankan kemerdekaan negara ini. Teriakan kita adalah merdeka atau mati. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!”
Memang, waktu itu Indonesia menderita kekalahan dalam Pertempuran 10 November itu. Tapi rakyat Surabaya berhasil menahan serangan pasukan Inggris dan bahkan memukul mundur mereka. Kejadian ini sangat dikenal dan menjadi catatan penting sebagai salah satu peristiwa paling epik dan heroik dalam sejarah perjuangan Kemerdekaan Indonesia melawan bangsa Eropa. Selain itu, perjuangan kemerdekaan di Indonesia ini juga mendapat dukungan dari dunia internasional.
Setelah pertempuran untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia selesai, Bung Tomo mencoba terjun ke dalam dunia politik sekitar tahun 1950an. Beberapa jabatan penting pernah disandang Bung Tomo. Contohnya seperti menjabat Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran dan merangkap sebagai Meneteri sosial Ad Interim pada tahun 1955 hingga 1956 di zaman Kabinet Burhanuddin Harahap. Tahun 1956 hingga 1959, Bung Tomo menjadi anggota DPR yang mewakili Partai Rakyat Indonesia. Karena merasa kurang nyaman dan bahagia di dunia politik, dia kemudian menghilang untuk sementara dari panggung dan kemelut dunia politik.
Ada kemungkinan dia tidak sependapat dengan Bung Karno. Ada pula yang bilang hubungannya dengan Bung Karno sedikit retak ketika Bung Tomo menanyakan masalah yang sedikit pribadi. Bung Tomo baru mulai muncul lagi ketika akhir masa pemerintahan Bung Karno dan awal pemerintahan Suharto yang mulai didukungnya, Bung Tomo muncul kembali sebagai tokoh nasional. Dia mendukung Suharto untuk membersihkan negara ini dari orang-orang yang memiliki pemikiran berbau kiri atau komunis. Orang-orang yang berpikiran kiri ini tumbuh besar di rezim Bung Karno.
Namun baru beberapa tahun Suharto menjabat sebagai presiden, Bung Tomo kembali berbeda pendapat dengan pemerintahan Orde Baru ala Suharto ini. Bung Tomo mengkritik dengan lantang terhadap beberapa program Suharto. Sehingga pada tanggal 11 April 1978 ia ditahan oleh rezim Suharto yang sepertinya mulai khawatir akan beberapa kritiknya yang tajam dan keras terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi yang sangat parah. Dia dibebaskan setelah ditahan selama satu tahun. Meskipun jiwanya yang tangguh tidak hancur di dalam penjara. Bung Tomo sepertinya menghentikan sikapnya yang sangat vokal.
Bung Tomo masih tetap menjalani dan berminat pada masalah-masalah politik kenegaraan. Tapi ia tidak pernah mengangkat-angkat jasa dan peranannya di dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Bung Tomo adalah seorang figur ayah yang sangat dekat dengan anak dan keluarganya. Ia berusaha keras agar kelima anaknya sukses mengejar pendidikannya.